Selama dua puluh dua tahun dalam hidupku, aku alergi sekali terhadap kegagalan. Bagiku, kegagalan itu penyakit yang kalau bisa aku tidak boleh mengalaminya. Aku takut gagal dalam hampir semua hal, mulai dari nilai sekolah, prestasi, hubungan dengan orang lain, kehilangan, konflik, dan lain-lain. Hal ini yang kemudian membuatku lebih banyak berteori daripada mengimplementasikan apa yang aku ingin capai.
Jadi, sekali mengalami kegagalan, tubuh dan pikiranku langsung merespons dengan sangat negatif dan membutuhkan waktu yang amat sangat lama untuk bisa kembali pada kondisi semua. Aku tidak terlalu luwes dalam menghadapi kegagalan.
Tahun lalu, ketika pandemi mulai tiba dan aku kehilangan kegiatan di luar rumah. Kebetulan saat itu juga bertepatan dengan selesainya masa perkuliahan. Dalam periode waktu itu, mengevaluasi tentang hal-hal yang sudah aku lakukan. ternyata aku menemukan satu benang merah : aku kerap kali kalah oleh ketakutan, kegagalan dan rasa tidak nyaman.
Padahal tidak semua ketakutanku ternyata benar-benar semenakutkan itu. Bahkan, beberapa ketakutan terbesarku sudah berhasil aku atasi dan solusinya ternyata hanya melakukannya tanpa banyak pikir.
Aku menetapkan bahwa mulai saat itu saya akan mengalahkan rasa takut.
Sebenarnya ketakutanku ada pada hal yang sangat remeh temeh.
- Mematikan lampu saat tidur.
- Menelepon dan mengangkat telepon
- Naik pesawat sendiri
- Berkonflik dengan manusia lainnya
- Takut berbicara bahasa inggris
- Takut jujur pada orang lain.
Hal-hal kecil itu ternyata ampuh sekali menambah kepercayaan diri yang sebelumnya sangat rendah. Pencapaian ini, walaupun sangat kecil, berarti sangat besar dalam pengembangan karakterku. Saat ini melangkahi ketakutan adalah hal paling membanggakan dalam hidupku.
Mengubah Cara Pandang Terhadap Ketakutan dan Kegagalan
Dulu, aku selalu menanggapi ketakutan dan kegagalanku dengan cara yang sangat negatif. Setiap kali gagal aku selalu menangis dan merasa tidak berguna.
Kemudian, aku mencoba mengubah cara pandangku. Pertama, aku menganggap ketakutanku adalah tantangan, aku akan melewatinya dan lihat apakah ketakutanku terbukti atau itu hanya khayalanku belaka. Nyatanya, ternyata hampir setiap ketakutanku, ketika aku benar-benar menjalaninya, ternyata tidak semenyeramkan bayanganku.
Kedua, aku memandang kegagalan sebagai upayaku untuk mengevaluasi diri. Kegagalan akan selalu terjadi, aku tidak akan pernah bisa menghindari kegagalan. Jadi, daripada memandangnya sebagai sesuatu yang negatif, harusnya kegagalan itu aku jadikan evaluasi. mungkin ada yang salah dari solusiku saat itu. Aku rajin menulis dan mencoba-coba hal yang paling tepat untuk satu permasalahan yang aku hadapi. Proses evaluasi ini menghilangkan rasa sedihku.
Mengubah cara pandang bahwa kegagalan akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang sebenarnya merupakan suatu tantangan buatku. Itu menakutkan, tapi aku harus menghadapinya sekarang supaya besok aku tidak perlu menghadapinya lagi karena sudah mendapatkan solusi yang benar. Kalau aku tidak bisa menghadapinya di masa sekarang, maka aku tidak akan bisa menghadapinya di masa depan juga.
Kegagalan adalah persoalan mengelola emosi juga, dan mengelola emosi adalah sesuatu yang dapat dilatih. Bagaimana agar kita dapat mengelola kumpulan emosi tersebut agar tidak terlalu berlebihan dalam bersedih maupun berbahagia. Jika kamu dapat mengatur itu dengan baik, ini akan memberikan sebuah perspektif baru tentang diri kita sendiri. Tapi jika kita tenggelam dalam ketakutan dan kesedihan, itu akan menyulitkan hidup kita baik di masa kini maupun masa depan.
Efek menghadapi emosi ketakutan dan kegagalan ini sebenarnya membuatku merasa aku tidak pernah benar-benar mencoba mengenali diriku sendiri. Sebagai contoh, aku baru tau kalau ternyata ketika aku benar-benar menghadapi masalah, masalah itu bukan saja mengambil porsi ruangan di otakku, tetapi juga dilambung. Sulit untuk makan saat ada masalah yang belum diselesaikan, Tapi itu hanya di awal percobaan. semakin aku membiasakan diri untuk menghadapi masalah, ternyata selera makanku semakin muncul lagi. Aku kira, apapun yang sedang ku jalani sekarang, apapun ujungnya, mengarah kepada sesuatu yang baik.
Ternyata, rasanya lebih menyenangkan untuk hidup berdampingan dengan kegagalan. daripada terjebak terus dalam ketakutan yang kebanyakan tidak nyata.
Karena sekarang aku tau, lebih baik melakukan sesuatu dan gagal daripada terus terjebak dalam khayalan.